Belum genap setahun yang lalu, dunia maya Indonesia dihebohkan dengan ulah 'cewek' (agak ragu menyebutnya dengan 'wanita'. Hihi) yang berkicau di media sosial Path, menggerutui ibu-ibu hamil di kereta commuter line. Ya, nona D, kalo kamu masih ingat. Tapi setelah nona D membuat permohonan maaf, publik mulai melupakan ulahnya. Mohon maaf ya untuk mbak D, aku jadi nyebut nama kamu lagi. Anggap aja ini nona D yang lain. Hihi..
Contoh yang bagus. Kita semua (secara nggak sadar) adalah reporter di kehidupan sehari-hari kita. Mau jadi reporter yang baik donk?
*bukan bermaksud ngiklan
Cuma gara-gara satu atau dua kata, masalah bisa sampe panjang begitu...
Hmmm.. Gimana ya? Aku cuma heran aja. Kasus nona D yang heboh itu rasanya belum lama loh, tapi kok udah ada aja yang berulah sama. Apakah kasus nona D kemaren kurang wah? Kurang bombastis? Sehingga harus ada kasus-kasus lain yang lebih heboh? Nggak donk yah. Lalu, apakah harus ada nona D dan mbak FS selanjutnya supaya kita sadar? Sadar bahwa sebenarnya di media sosial kita nggak sendirian. Media sosial bukan milik kita sendiri, mbak, nona, mas, bro, sist. Dan pertanyaan lainnya, kenapa mereka semua perempuan? Apakah karena perempuan terlalu sensitif dengan hal-hal yang di luar kewajarannya? Sehingga meluapnya rasa marah dalam hati nggak mampu dibendung oleh logika?
Kita sebagai blogger, sangat dekat dengan kemungkinan kasus begitu. Yah walaupun penyebarannya nggak secepat di media sosial yang bisa menyebar bagaikan virus. Tapi kita tetap harus hati-hati.
Memang, adalah wajar bagi kita sebagai konsumen, untuk mendapat pelayanan sebaik mungkin. Tapi ya mbok kita juga bisa nyadar diri, tahu etika, dan paham situasi. Supaya bisa menahan diri, nggak ngoceh sembarangan.
Jadi inget salah satu post mbak Ely (+Dunia Ely) tentang berkawan dengan teman yang selalu berpikiran positif. Mungkin kalo kita selalu berpikiran positif, kita bisa menghindari 'kepleset lidah' saat ngoceh di media sosial. Aku harus belajar untuk terus berpikiran positif. Sama-sama belajar yuk..
Contoh yang bagus. Kita semua (secara nggak sadar) adalah reporter di kehidupan sehari-hari kita. Mau jadi reporter yang baik donk?
*bukan bermaksud ngiklan
Penerus Nona D
Baru-baru ini, kabar hangat tentang kasus yang mirip kembali menyebar. Dan hebatnya, lagi-lagi pelakunya seorang perempuan (lagi-lagi aku ragu pake kata 'wanita'). Mbak FS, begitu inisial namanya. Mbak FS menjadi bulan-bulanan warga Jogja karena ulahnya yang mem-post kata-kata yang kurang pantas dan dianggap menghina, di status media sosial Path. Nggak tanggung-tanggung, yang katanya merasa terhina bukan seorang aja, tapi seluruh warga Jogja. Gara-gara ulah si mbak ini, warga Jogja bahkan sampe menggelar aksi damai untuk meminta mbak FS pindah dari kota gudeg itu. Lebih serem lagi, ada yang sampe mempidanakan si mbak FS ini. Wuih.. serem ya..Cuma gara-gara satu atau dua kata, masalah bisa sampe panjang begitu...
Hmmm.. Gimana ya? Aku cuma heran aja. Kasus nona D yang heboh itu rasanya belum lama loh, tapi kok udah ada aja yang berulah sama. Apakah kasus nona D kemaren kurang wah? Kurang bombastis? Sehingga harus ada kasus-kasus lain yang lebih heboh? Nggak donk yah. Lalu, apakah harus ada nona D dan mbak FS selanjutnya supaya kita sadar? Sadar bahwa sebenarnya di media sosial kita nggak sendirian. Media sosial bukan milik kita sendiri, mbak, nona, mas, bro, sist. Dan pertanyaan lainnya, kenapa mereka semua perempuan? Apakah karena perempuan terlalu sensitif dengan hal-hal yang di luar kewajarannya? Sehingga meluapnya rasa marah dalam hati nggak mampu dibendung oleh logika?
Warga dunia maya lebih kejam
Mungkin, buat kita yang perlu adalah melatih untuk menyaring setiap kata-kata yang mau di-publish di media sosial. Yakinlah bahwa di media sosial bukan cuma ada kita seorang. Ada jutaan pasang mata yang akan melihat kiriman kita. Kiriman kita bukan cuma akan dilihat teman-teman kita. Kalo apa yang kamu buat bisa mencolok mata mereka, mereka bisa 'membantu' menyebarkan apa yang kamu buat ke mereka-mereka yang lain, dengan mudahnya. Mereka sangat sensitif dengan setiap kiriman yang mereka lihat. Bahkan mereka yang di dunia maya lebih 'kejam' daripada mereka yang di dunia nyata.Kita sebagai blogger, sangat dekat dengan kemungkinan kasus begitu. Yah walaupun penyebarannya nggak secepat di media sosial yang bisa menyebar bagaikan virus. Tapi kita tetap harus hati-hati.
Memang, adalah wajar bagi kita sebagai konsumen, untuk mendapat pelayanan sebaik mungkin. Tapi ya mbok kita juga bisa nyadar diri, tahu etika, dan paham situasi. Supaya bisa menahan diri, nggak ngoceh sembarangan.
Selalu belajar berpikir positif yuk..
Agak heran juga, kenapa kasus ini bisa terjadi dengan mbak FS sebagai pelakunya yang katanya tinggal di kota yang menjunjung tinggi tata krama dan etika. Apakah pergaulan dan tatanan masyarakat disana nggak cukup memberi contoh dan membentuk perilaku salah satu warganya? Hmm.. entahlah..Jadi inget salah satu post mbak Ely (+Dunia Ely) tentang berkawan dengan teman yang selalu berpikiran positif. Mungkin kalo kita selalu berpikiran positif, kita bisa menghindari 'kepleset lidah' saat ngoceh di media sosial. Aku harus belajar untuk terus berpikiran positif. Sama-sama belajar yuk..
24 Komentar
Kurasa banyak warga Jakarta yang seringkali mencaci maki kotanya sendiri, tapi kenapa tidak ada yang memperkarakan? Intinya begini, pasti adalah kita sering kesal dengan kota yang kita tinggali dan penduduknya. Dan maklumi saja jika ada warganya yang merasa kesal. Cuma memang lebih baik kekesalan itu tidak dituangkan di media sosial sih. Biar lebih aman. :)
BalasHapusNah. Seperti yang aku bilang diatas mbak. Wajar bagi kita sebagai konsumen untuk merasa tidak puas dan menyuarakan ketidakpuasan itu. Tapi mungkin bisa dilakukan dengan cara yang lebih menawan, supaya nggak menimbulkan reaksi negatif dari mana-mana
Hapusitu via path padahal ya yg rda eksklusif pertemanannya. kudu hati2 ngomong plus hati2 bisa jd temen tuh bukan temen. eh
BalasHapusIya, katanya begitu qied. Ya pokoknya kudu ngerem deh. Ngeblog juga kudu ati-ati nih
Hapuskayak yang barusan aku post..aku sih ngelihat dari sisi "path" nya sih. justru miris aja sama temenya yang share itu pertama kali. itu kan sesuatu yang sudah pasti bikin ricuh kalau dishare secara luas. menurutku, kalau kita tersinggung mending pakai jalur pribadi, komen atau chat. misalnya gerammm banget..bolehlah screen shoot lalu dishare keluar tapi identitasnya ditutupi. ITU KALAU BENER-BENER SEORANG TEMEN.
BalasHapusfull post : http://nourainayah.blogspot.com/2014/08/belajar-dari-mba-florence-jangan-asal.html
Naah.. Aku nggak tau pasti sih sistem di Path kyk gimana. Blm pernah pake. Tapi ya logikanya begitu kyknya mbak. Yang pertama nyebarin pastinya temennya sendiri
Hapus||\(.___.) llah baru juga ngomen ttg mbak ini d blog kak danni...wkwkwkkw
BalasHapuskei juga mikir sih... ini ud keberapa kalinya kejadian dari path...yang katanya privasi bngt tp malah dr sana bnyk bermunculan status cetar ulala ale ale *halah
intinya sih teman d dunia nyata aja kadang bisa nusuk apalagi temen dunia maya...
dunia maya itu kejam ... sekejam isi dompet di akhir bulan *eaa
Hihihi.. lagi heboh ya keii..
HapusKudu milih-milih temen donk ya? Setuju banget. Bukan maksudnya jelek nggak mau temenan dengan banyak orang. Ya antisipasi hal-hal begini nih
ehhehee topiknya sama kita nulisnya :D
BalasHapusdunia maya wes kejam banget..bahkan klo udah ngebully dari ubun2 sampe ujung kaki ga hilang2 tuh rasa "dug" nya...
pelajaran penting kita harus jaga omongan ya :D terus memilah teman hahaha..kadang2 emosi kita tercapture "Teman", harusnya teman itu cukup menegur kita saja klo kita dianggap kelewatan misalnya..ga usah di capture :D... meski memaki itu juga ga bagus..
Hihi.. iya mas.. kita nggak janjian loh ya :D
HapusBetul banget mas. Karena kan nggak ada konfrontasi secara langsung. Makanya jadi lebih bebas. Ngeri..
Iya mas. Bisa ditegur via mesej, nggak perlu dibesar-besarkan
aku malah belum ngeh soal path .... berkawan dengan mereka Yang berpandangan positif memang perlu ya
BalasHapusthanks linknya ^^
Aku ya juga belum pernah pake path loh mbak
HapusIya, betul banget itu mbak. Tinggal akunya nih yang masih perlu belajar..
Sama-sama mbak ^_^
aku juga masih belajar
HapusHihi.. mbak Ely mah..
Hapusaku juga nggak pake path,,,wah,,kalo spt ini serba hati-hati ya,,,ngomong di medsos hendaknya dijaga,,,
BalasHapusAku juga nggak pake kok mbak :D
HapusBetul. Update status walau nggak diucapkan kan masih juga dianggap keluar dari mulut. Mulutmu harimaumu. Begitu katanya
Hidup ini emang penuh sandiwara. Hahah.. :D Kadang orang bersikap jujur sampek terlalu ekspresif, jadinya ya kek gini lah. Tapi ngomong ke medsos yang katanyaaaaa cumak orang-orang tertentu yang bisa temenan, toh keungkap jugak. Mungkin biar drama? :/
BalasHapusEcieilee.. si Beby lagi suka sandiwara-sandiwaraan yaa..
HapusIya banget beb. Namanya juga kan sosial, nggak ada yang privasi banget..
Enggak ah. Bahahah.. :P
HapusLucunya, orang-orang pada ngga sadar sama konsekuensi yang bakalan diterima ya, Bang. Cyber-bullying itu kan lebih menyakitkan. Di negara maju bahkan sampek diteror setiap hari. Kesian.. :(
Kadang aku juga takut ngeblog loh. Takut ada tulisan aku yang ditanggapi berbeda oleh pihak tertentu. Tapi yang the show must go on. Kita sebagai blogger, kalo emang bener mah ngapain takut
HapusBener. Selama kita ngga ngerasa salah, so what gitu loh. Tapi berusaha buat ngga bikin postingan yang SARA en SARU :P
HapusIya. Serem kan kalo sebenernya kita nggak niat nyinggung siapa-siapa, trus tetiba ada yang tersinggung
HapusAku jugak banyak diprotesin sama orang-orang. Hahah.. Ngga tau kenapa :D
HapusHah? Seriusan? Padahal ceritamu kan ringan-ringan aja beb.
HapusOh aku tau! Diprotes mantan yeh? --,
Dear teman. Silakan berkomentar. Tapi khusus untuk post yang telah terbit > 7 hari, mohon maaf komentar kamu nggak langsung muncul, karena harus dimoderasi. Trims